Kamis, 04 Desember 2014

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM biofarmasetika
absorbsi obat secara in vitro









DISUSUN OLEH :
MOCHAMAD IRFAN SEKTIONO         17113106A


PRODI S1-FARMASI FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI SURAKARTA
TAHUN AJARAN 2013/2014



Absorbsi obat secara in vitro
I.                   Tujuan
Mempelajari pengaruh pH terhadap absorbsi obat melalui saluran pencernaan secara in vitro
II.                Dasar teori
Proses absorpsi merupakan dasar penting dalam menentukan aktivitas farmakologis obat. Kegagalan atau kehilangan obat selama proses absorpsi akan mempengaruhi efek obat dan menyebabkan kegagalan pengobatan. Faktor mempengaruhi kecepatan dan besarnya absorbsi, termasuk bentuk dosis, jalur/rute masuk obat, aliran darah ketempat pemberian, fungsi saluran pencernaan (Gastrointestinal),  adanya makanan atau obat lain, dan variable lainnya
 Absorpsi atau penyerapan zat aktif adalah masuknya molekul-molekul obat ke dalam tubuh atau menuju ke peredaran darah tubuh setelah melewati sawar biologic. Absorpsi obat adalah peran yang terpenting untuk akhirnya menentukan efektivitas obat. Agar suatu obat dapat mencapai tempat kerja di jaringan atau organ, obat tersebut harus melewati berbagai membran sel. Pada umumnya, membrane sel mempunyai struktur lipoprotein yang bertindak sebagai membran lipid semipermeabel. Sebelum obat diabsorpsi, terlebih dahulu obat itu larut dalam cairan biologis. Kelarutan serta cepat-lambatnya melarut menentukan banyaknya obat terabsorpsi. Dalam hal pemberian obat per oral, cairan biologis utama adalah cairan gastrointestinal, dari sini melalui membrane biologis obat masuk keperedaran sistemik.
Obat pada umumnya diabsorpsi dari saluran pencernaan secara difusi pasif melalui membrane selular. Obat-obat yang ditranspor secara difusi pasif hanyalah yang larut dalam lipid. Makin baik kelarutannya dalam lipid, maka baik absorpsinya sampai suatu absorpsi optimum tercapai. Obat-obat yang digunakan sebagian besar bersifat asam atau basa organik lemah. Absorpsi obat dipengaruhi derajat ionisasinya pada waktu zat tersebut berhadapan dengan membran. Membran sel lebih permeable terhadap bentuk obat yang tidak terionkan dari pada bentuk obat yang terionkan. Derajat ionisasi tergantung pada pH larutan dan pKa obat seperti terlihat pada persamaan Henderson-Hasselbach sebagai berikut :



Absorpsi obat adalah langkah utama untuk disposisi obat dalam tubuh dari sistem LADME (Liberasi-Absorpsi-Distribusi-Metabolisme-Ekskresi). Bila pembebasan obat dari bentuk sediaannya (liberasi) sangat lamban, maka disolusi dan juga absorpsinya lama, sehingga dapat mempengaruhi efektivitas obat secara keseluruhan (Joenoes, 2002).

a.       Ukuran partikel obat
Kecepatan disolusi obat berbanding langsung dengan luas permukaan yang kontak dengan cairan/pelarut. Bertambah kecil partikel, bertambah luas permukaan total, bertambah mudah larut
b.      Pengaruh daya larut obat
Pengaruh daya larut obat/bahan aktif tergantung pada:
·         Sifat kimia: modifikasi kimiawi obat
·         Sifat fisik: modifikasi fisik obat
·         Prosedur dan teknik pembuatan obat
·         Formulasi bentuk sediaan/galenik dan penambahan eksipien 
c.       Beberapa faktor lain fisiko-kimia obat.
·         Temperatur
·         pKa dan derajat ionisasi obat.
Ø  Kecepatan  transport  obat
Permeabilitas  membrane biologi terhadap suatu obat dapat digambarkan oleh koefisien partisinya dan mempunyai hubungan  linear  dengan kecepatan transport atau kecepatan absorpsinya, dinyatakan dengan persamaan :


III.             Alat dan Bahan
Alat
a.       Tabung crane dan wilson yang di modifikassi
b.      Spektrofotometer
c.       Water bath
d.      Timbangan Analitik
e.       pH meter
f.       alat gelas
g.      alat alat untuk operasi
Bahan
a.       usus
b.      cairan lambung buatan tanpa pepsin
c.       cairan usus buatan tanpa pencreatinin
d.      lautan NaCl fisiologis (0,9% b/v)
e.       asam salisilat
f.       gas oksigen
g.      alkohol
IV.             Cara Kerja
1.      Pembuatan dapar asetat pH 4,5 0,05 M sebanyak 1000ml.
Menimbang 2,99 g Na asetat dan ditambahkan 1,66ml asam asetat glasial dalam labu takar 1000ml, menambahkan aquadest ad tanda batas.
2.      Pengujian absorbsi in vitro
Menimbang asam salisilat 500mg menambahkan aquadest 100ml dan memasukkan dalam usus halus sapi yang sudah dicuci bersih,bagian ujung ditali
Usus halus sapi tsb dimasukkan dalam media disolusi larutan dapar 500ml. Dan setiap 15 menit diambil larutan uji 2ml kemudian dimasukkan dalam labu takar 10ml, dan diencerkan dengan dapar ad tanda batas.
Membaca absorbansi pada λ=265nm, gunakan blanko dapar asetat.
Membuat larutan baku:
·         Kurang lebih 14mg dimasukkan labu takar 50ml diencerkan dengan dapar ad tanda batas.
·         Dari larutan tsb dipipet 2ml larutan dan dimasukkan dalam labu takar 50ml diencerkan dengan dapar ad tanda batas
·         Dan dibaca absorbansinya pada λ = 265nm, gunakan blanko dapar asetat.
V.                Data Percobaan
a.       Kondisi analisa
Keterangan
Dalam cairan lambung
Dalam cairan usus
a.       Nama bahan obat :
Acetosal
Acetosal
Acetosal
b.      Volume media disolusi :
Larutan dapar  500 ml
Larutan dapar 500  ml
Larutan dapar 500  ml
c.       Faktor pengenceran cuplikan : 5x
5 x
5 x
d.      Kadar asam salisilat pada larutan baku (mg/ml) :
14mg/50ml
14 mg / 50 ml
14 mg / 50 ml
e.       Kadar acetosal :
500mg
500 mg
500 mg

Data absorbansi :
( Menit )
Asorbansi larutan uji
Absorbansi larutan baku
Di lambung
Di usus
Di lambung
15’
0,414
0,215
0,080
30’
0,430
0,257
0,080
45’
0,465
0,316
0,080
60’
0,504
0,530
0,080

VI.             Analisa Data
1.      Konsentrasi asam salisilat
T (menit)
Lambung
Usus
(A0)
Konst
(mn%)
(A0)
Konst
(mg%)
15’
0,414

0,215

30’
0,430

0,257

45’
0,465

0,316

60’
0,504

0,530


2.       kadar asam asetil salisilat (Q)
Dalam lambung :
Dalam usus :

3.      Perhitungan lag time :
Di lambung
Di usus
T ( menit )
Q %
T ( menit )
Q ( % )
15’
28,98 %
15’
15,05 %
30’
30,1 %
30’
17,99 %
45’
32,55 %
45’
27,11 %
60’
35,28 %
60’
37,1 %
Persamaan garis :
a = 26,39
b =0,1423
r =0,98
persamaan garis : Y = a + bX
                            0 = 26,39 + 0,1423 x
                               = -185,45
Jika Q = 0, maka t = …..
Jadi lag time = 185,45
Persamaan garis :
a = 5,495
b =0,468
r =0,92
persamaan garis : Y = a + bX
                            0 = 5,495+ 0,468x
                               = -11,74
Jika Q = 0, maka t = …..
Jadi lag time = 11,74

4.      Grafik T sampling Vs Q


5.      AUC total
Di lambung


Di usus



VII.          Pembahasan
Pengujian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pH terhadap absorpsi obat melalui saluran pencernaan secara in vitro. Asetosal merupakan turunan salisilat yang sering digunakan sebagai senyawa analgesik (penahan rasa sakit atau nyeri minor), antipiretik (terhadap demam), dan anti inflamasi (peradangan) dan juga memiliki efek antikoagulan untuk mencegah serangan jantung dengan rumus struktur sebagai berikut :


Asam asetil salisilat dapat dianalisis secara kuantitatif dengan spektrofotometer UV-Visible karena berdasarkan strukturnya asam asetil salisilat memiliki gugus kromofor benzena cincin aromatik yang dapat mengabsorpsi radiasi elektromagnetik yang dihasilkan oleh spektrofotometer UV-Visible.
Pada percobaan ini menggunakan usus halus sapi. Usus sapi yang sudah dicuci bersih dimasukkan asam salisilat 500 mg dan di tali ujung ujungnya. Usus sapi di masukkan kedalam media disolusi larutan dapar 500ml. Setiap 15 menit diambil larutan uji 2ml kemudian dimasukkan dalam labu takar 10 ml dan diencerkan dengan dapar ad tanda batas. Lalu dibaca absorbansinya pada λ= 265nm.
Dalam percobaan ini usus di kondisikan pada pH asam dan basa sesui dengan pH pada lambung dan usus. Dan hasilnya obat kebih banyak di absorbsi pada lambung. Ini sesuai dengan teori bahwa suatu obat yang bersifat asam akan terabsorpsi optimum di pH asam (lambung) dan obat yang bersifat basa terabsorpsi optimum di pH basa(usus). Pada percobaan kali ini, senyawa obat yang digunakan adalah asetosal (asam asetil salisilat), dimana senyawa obat ini bersifat asam, sehingga obat ini akan terabsorpsi optimum di pH asam.

VIII.       Kesimpulan
Asetosal lebih banyak diabsorbsi pada lambung dari pada usus, karena pH asetosal dan lambung sama – sama memiliki pH yang  asam
IX.             Daftar pustaka
1.      Buku petunjuk praktikum biofarmasetika Universitas Setia Budi Surakarta
2.      Anonim. Farmakope Indonesia edisi IV. 1995
3.      2013/10/STUDI-ABSORPSI-OBAT-SECARA-IN-VITRO-BIOFARMASI.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar